Thursday, January 7, 2010

SUKACITA DAN KEMATIAN

Menanggapi tulisan dari seorang teman (HTP) tentang kematian, maka saya juga akan membagikan sedikit pengalaman saya selama kurang lebih dua bulan di kota Sibolga ini. Selama saya pelayanan di Sibolga ini, ada beberapa kali saya melihat peristiwa kedukaan. Kebetulan dari beberapa yang saya lihat ini adalah kedukaan dari keluarga yang beragama Kristen. Menurut saya ini adalah peristiwa duka yang unik, dan belum pernah saya jumpai di Pulau Jawa. Mungkin karena faktor beda budaya, maka saya menyebutnya unik. Letak keunikan kedukaan ini ada pada lagu-lagu atau nyanyian yang mereka pakai pada kedukaan tersebut. Lagu-lagu yang mereka pakai adalah nyanyian atau lagu yang riang gembira. Entah itu lagu sekuler, atau lagu rohani yang biasa diambil dari KJ (Kidung Jemaat), atau lagu rohani daerah yang saya tidak tahu bahasanya, nada-nada yang dimainkan adalah nada-nada yang riang. Keunikan lainnya ada pada pakaian para pelayat yang hadir dalam kedukaan tersebut. Mereka memakai selendang Ulos (khas tanah Batak), dan juga kebaya. Dan pakaian yang para pelayat pakai ini menurut saya adalah pakaian yang meriah; dengan warna yang cerah, motif yang meriah. Dua keunikan inilah yang saya perhatikan pada peristiwa kedukaan di sini. Namun, yang membuat saya paling merasa tidak nyaman adalah pada lagu-lagu nyanyian yang mereka lantunkan.

Beberapa kali saya menemukan peristiwa kedukaan yang serupa, mendorong saya untuk bertanya, mengapa mereka melantunkan lagu-lagu dengan nada riang gembira?? Bukankah seharusnya sedih, meratap, dan menangisi jenazah keluarga mereka?? Apa maksudnya dengan semua ini?? Apakah budaya setempat yang mempengaruhi??

Dalam ketidakmengertian saya, saya bertanya kepada Ibu pendeta. Ibu pendeta menjelaskan bahwa kita bisa mengetahui yang meninggal itu umur berapa adalah dari lagu-lagu yang dinyanyikan. Dan dalam hal ini, jika lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu yang riang gembira dan meriah, berarti yang meninggal sudah cukup tua. Menurut mereka, adalah suatu sukacita dan bahagia apabila ada satu anggota keluarga mereka yang mendapat umur panjang dari Tuhan. Karena itu, kematian bagi mereka yang berumur cukup tua harus juga disyukuri, dirayakan dengan riang gembira, dan bukan dengan sedih hati.

Selama ini saya berpikir bahwa musik, lagu dan nyanyian riang itu adalah karena keyakinan para anggota keluarga bahwa orang yang meninggal tersebut sudah pasti ke Surga. Ternyata dugaan saya salah. Suasana sukacita, riang gembira hanyalah karena orang meninggal tersebut, hidup lama dan berumur panjang di dunia ini. Sukacita dan bahagia dikarenakan umur panjang, dan hidup yang lama.

Melalui hal ini saya berefleksi dan merenung, bukankah seharusnya rasa bahagia dan bersukacita itu dirasakan ketika yakin salah satu anggota keluarga ada bersama-sama dengan Yesus di Surga?? Di dalam kedukaan di atas, sepertinya terlihat yang mereka pedulikan hanyalah umur panjang dari salah satu anggota keluarga, dan atasnya mereka berbahagia serta bersukacita. Memang itulah yang terjadi. Mereka berbahagia dan bersukacita hanya dikarenakan orang yang mereka kasihi dan cintai memiliki umur panjang.

Mereka seolah tidak mau tahu dan tidak peduli, apakah orang yang meninggal tersebut sudah mengenal Yesus?? Yang jelas ada di pikiran mereka adalah orang yang saya kasihi dan yang telah meninggal ini telah memiliki umur panjang, dan karena itu saya bersukacita.

Hhmm, jelaslah sekarang mungkin ini bagian dari tradisi yang terus menerus terjadi. Entah dari mana datangnya pemikiran seperti ini. Apakah ada faktor budaya suku setempat yang mempengaruhi?? Entahlah, saya tidak bisa lebih jauh memikirkannya. Bagaimana gereja setempat menyikapinya?? Entahlah, saya kurang tahu kebijakan gereja suku setempat menyikapi situasi yang sudah menjadi tradisi ini.

No comments:

Post a Comment