Saturday, May 21, 2011

Keistimewaan Pengalaman Yang Memuaskan


2 Korintus 9:8-12

Pernahkah saudara memiliki pengalaman yang nampaknya tak dapat dilupakan seumur hidup? Pengalaman-pengalaman yang positif biasanya lebih meninggalkan kenangan lebih lama dalam memori pikiran kita. Pengalaman-pengalaman yang menakjubkan yang secara khusus terjadi pada diri sendiri membuat ukiran kenangan yang indah dan tak terlupakan. Dalam konteks kehidupan iman kita sebagai orang percaya, tentu tak dapat dilupakan ketika pertama kali Tuhan menyapa hidup pribadi masing-masing kita dan mengambil kita menjadi anak-Nya. Kasih Allah yang tak ada batas itu membuat ukiran indah nan kekal tergores dalam hati kita.

Mengikut Yesus tidaklah berhenti pada sekedar menjadi murid serta bersikap apatis terhadap beban kebutuhan orang lain. Pasal 8 dan 9 dari 2 Korintus ini berisi instruksi persembahan untuk membantu kebutuhan untuk orang-orang Kristen Yerusalem. Di dalam melakukan ini, Paulus memaparkan filosofi total perihal memberi dalam Perjanjian Baru yang menggantikan prinsip persembahan dalam Perjanjian Lama. Dan dalam teks kita hari ini Paulus memberikan prinsip-prinsip dasar. Sebuah pemberian sukarela dan sukacita tanpa paksaan berarti beriman seraya mempercayakan apa yang kita beri dan yakin bahwa Tuhan akan menyediakan yang diperlukan serta melipatgandakannya (ay. 10). Karena itu, sebenarnya tak perlu ada rasa takut dalam memberi. Tuhan mampu dan sanggup menyediakan apa yang kita perlukan (ay. 10-12). Pemberian yang dilakukan dengan dasar sukarela dan sukacita bukan hanya mencukupkan kebutuhan orang yang memerlukan, tetapi juga akan membuat orang-orang yang menerima bantuan itu semakin melimpah dalam ucapan syukur dan memuliakan Allah (12-13).

Jika Tuhan selalu menyediakan apa yang kita butuhkan, maka pengalaman hidup kita bukanlah pengalaman yang sederhana melainkan pengalaman yang akan berkesan dan bahkan menjadi pengalaman yang memuaskan.

Dewasa: Mengetahui Prioritas Hidup


Luk. 6:25-33

Sebuah iklan mengatakan “Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan.” Banyak orang kita temui termasuk di dalamnya adalah orang Kristen, memang berusia tua, tetapi belum tentu dewasa dalam segala hal. Salah satu hal yang menjadi faktor bahwa seseorang belum bisa dikatakan dewasa adalah soal prioritas hidup. Seseorang belum dewasa ketika hidupnya diisi dengan nilai-nilai kecil yang seringkali berpusat pada diri. Suatu saat ketika nilai-nilai itu tidak mampu memenuhi standar diri, maka hidupnya mulai dipenuhi kekuatiran akan apapun. Berbeda dengan orang yang dewasa yang nilai-nilai hidupnya dibangun bukan lagi pada diri sendiri dan kepuasan pribadi, namun kepada nilai-nilai kekal dan memuaskan hati Allah.

Dalam teks kita hari ini kekuatiran sebagai dampak dari kehidupan yang berpusat pada diri memberi banyak hal negatif. Kekuatiran-kekuatiran itu dapat:
• Merusak kesehatan kita (ay. 25: tubuh itu lebih penting daripada pakaian).
• Objek kekuatiran kita pasti banyak mengkonsumsi pikiran, waktu dan tenaga kita. (ay. 27: kekuatiran tidak menambah sehasta dalam hidup kita).
• Mengacaukan produktifitas kita dalam bekerja dan melayani.
• Berdampak negatif dalam memperlakukan orang lain.
• Mengurangi kemampuan untuk percaya, berserah dan bersandar pada Tuhan. (ay. 30: orang kurang percaya bahwa Allah dapat lebih mendandani kita daripada rumput di ladang).

Dia akan memenuhi segala kebutuhan yang terkadang kita kuatirkan, namun Dia berikan syarat supaya kita mendapatkannya. Syaratnya adalah “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya” dan hasilnya adalah “maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (ay. 33). “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya” maksudnya adalah selalu beralih kepada Tuhan untuk mencari pertolongan, penuhi pikiran kita dengan apa yang menjadi keinginan-Nya, setiap pola hidup kita serupa dengan karakter Kristus, serta melayani dan taat dalam segala sesuatu.

Hal-hal apa saja yang seringkali lebih penting dalam hidup kita?? Orang atau rekan bisnis, objek-objek bisnis, tujuan-tujuan yang harus dicapai, dan semua keinginan berpacu atau berlomba satu demi satu untuk menjadi yang diprioritaskan. Ingatlah! Semua itu akan dapat dengan cepat menjadi hal-hal yang terpenting dalam hidup kita, kalau kita tidak dengan aktif memilih Tuhan sebagai tempat pertama di dalam setiap sisi kehidupan kita masing-masing.

Cakap Dalam Menggunakan Uang


Luk. 16:8-10

Tentu kita semua mengenal sebuah pribahasa “besar pasak daripada tiang.” Pribahasa ini ingin menyampaikan agar dalam pengelolaan keuangan pribadi maupun keluarga, jangan sampai lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Adanya pribahasa ini tidak membuat masalah keuangan semakin terbenahi, karena itu ada begitu banyak penulis buku berlomba-lomba membahas soal pengelolaan keuangan, baik keuangan pribadi maupun keuangan dalam keluarga. Sedemikian banyaknya buku tentang pengelolaan keuangan yang dijual memperlihatkan bahwa makin banyaknya masalah-masalah pengelolaan keuangan yang belum bisa terpraktikkan dengan baik. Masalah pengelolaan keuangan sudah dinyatakan pada waktu Yesus hidup melalui perumpamaan.

Diceritakan dalam teks kita ini, bahwa ada orang kaya mempunyai seorang bendahara yang dinilai tidak mampu untuk mengelola keuangan tuannya si orang kaya tersebut. Ketika bendahara itu tidak dapat mempertanggungjawabkan masalahnya, tuannya melepaskan jabatan sebagai hukuman baginya. Dalam kondisi yang berat, ide jahatpun muncul untuk menipu orang yang berhutang kepada tuannya untuk kepentingan dan kesejahteraan pribadi.

Dalam kehidupan orang percaya pun, perlu kita sadari sering tidak berfokus ke Sorga untuk menggunakan harta dunia demi kepentingan rohani dan sorgawi. Ketidakadilan, ketamakan dan kekuasaan sering terlibat dalam pengumpulan dan penggunaan "kekayaan duniawi." Inilah yang dimaksud dalam ayat 8 dan 9.

Penggunaan uang adalah sebuah ujian iman yang baik terhadap ke-Tuhanan Kristus. Kita perlu menyadari: (1) Uang adalah milik Tuhan, maka mari kita mengelolanya dengan bijak. (2) Uang dapat dipakai untuk kebaikan dan kejahatan, maka mari kita memakainya untuk kebaikan. (3) Uang mempunyai kuasa, maka mari kita memakainya dengan berhati-hati dan berhikmat. Kita harus memakai segala barang-barang materi sebagai cara untuk memperdalam akar iman serta mempertinggi tingkat ketaatan kita akan firman Tuhan.

Di dalam kebijakan memakai kesempatan penggunaan keuangan, bukanlah untuk mendapatkan Sorga, tetapi supaya Sorga (sebagai tempat tinggal kekal) akan menjadi sebuah pengalaman yang terbuka lebar bagi mereka yang membutuhkan. Jika kita menggunakan uang kita untuk menolong mereka yang membutuhkan atau membantu mereka menemukan Kristus, maka investasi duniawi kita akan membawa keuntungan yang kekal.

Wednesday, April 27, 2011

BANGKIT UNTUK MEMBERI LEBIH


1Kor. 15:8-11

Dalam sejarah Kekristenan ada banyak orang yang Tuhan panggil untuk menjadi berkat bagi banyak orang bahkan dunia! Salah satunya adalah Aurelius Agustinus atau Agustinus Hippo. Seorang yang brilian namun faktor lingkungan kota yang didiami, masa mudanya diisi dengan gaya hidup hedonistis dan kafir. Dalam kehidupan semacam itu Agustinus merasakan kegelisahan. Karena itu ia pergi ke Roma, pusat peradaban dunia waktu itu. Di sana ia berusaha mencari tahu kebenaran dan makna kehidupan, lewat pembelajaran dengan guru-guru yang terkemuka pada zaman itu. Sampai akhirnya dia tertarik dengan ajaran Kristen. Sampai akhirnya suatu hari, ketika Agustinus sedang gelisah dan berjalan di sebuah taman, ada anak-anak kecil yang bernyanyi tolle lege; tolle lege. Artinya, ambillah dan bacalah. Agustinus segera tergerak untuk mengambil Alkitab dan ayat pertama yang menusuk pandangan matanya ialah Roma 13:13-14. Agustinus segera bertobat. Ia meninggalkan kehidupan masa lalunya yang kelam itu dan menyerahkan diri untuk melayani Tuhan seumur hidupnya. Ia dipakai Tuhan secara luar biasa. Banyak orang Protestan menganggap dia sebagai salah satu sumber pemikiran teologis ajaran Reformasi tentang keselamatan dan anugerah. Martin Luther sebagai tokoh gerakan Reformasi banyak dipengaruhi oleh Agustinus.

Paulus dalam bagian firman Tuhan hari ini diubahkan karena perjumpaan pribadi dengan Yesus yang telah bangkit. Paulus yang dahulu adalah penganiaya jemaat Tuhan, namun sejak pertobatannya, dia dipakai Tuhan dengan luar biasa. Anugerah yang disadarinya itu hanya karena kasih karunia Allah, membuat dia bekerja lebih keras, melayani lebih sungguh, mengajar dan menginjil lebih gencar. Demikianlah kasih karunia Tuhan itu tidak sia-sia dalam hidupnya karena Paulus membalasnya dengan memberi lebih dalam pekerjaan dan pelayanannya. Di sini Paulus bangkit untuk memberi lebih!!

Di dalam kehidupan kita masing-masing, sebenarnya ada banyak hal yang dapat kita berikan secara lebih. Bukan hanya dalam hal pelayanan di gereja, tetapi di manapun kita berada ketika kita menyadari kasih karunia dari Allah sangat besar, maka kita terdorong untuk memberi lebih; baik dalam pekerjaan, studi, persembahan, dan pelayanan.

"Jika Yesus Kristus adalah Allah, dan Ia sudah mati bagi saya, maka tak ada pengorbanan yang terlalu besar bagiku untukNya." (C.T. Studd. 1860-1931. Misionary Inggris untuk China, India, Afrika).

KETERPISAHAN MENGHASILKAN BERKAT


Ibr. 12:1-6

Keterpisahan dengan orang yang kita kasihi seringkali menggoreskan luka yang dalam dalam hati. Apalagi ketika ditinggal oleh seorang yang menjadi teladan, pemimpin, atau figur yang kita kagumi dan banggakan. Keterpisahan juga seringkali berarti berhentinya sebuah karya, atau pekerjaan yang disebabkan sang pemimpin tidak lagi ada di tempat yang seharusnya.

Namun, ada pula keterpisahan yang justru menghasilkan atau mendatangkan berkat, mendatangkan suatu karya yang lebih besar. Ketika Yesus, Sang Guru Agung kembali ke Surga, para murid mengalami keterpisahan secara fisik. Dalam keseharian, mereka tidak lagi dapat berjumpa dan bertatap mata dengan figur pemimpin dan teladan hidup mereka. Roh Kudus yang dicurahkan ke atas mereka, Dialah yang memberikan keberanian kepada para murid untuk bersaksi dan melayani di tengah keterpisahan fisik dengan Yesus. Sekalipun dalam pelayanan para murid ada banyak tantangan, mereka dikuatkan dan semakin berani meneruskan karya Yesus di dalam dunia, yakni melakukan apa yang Yesus lakukan dan melakukan apa yang Yesus katakan.

Kini, tugas para murid itu ada di dalam tanggungjawab kita semua sebagai gereja-gereja Tuhan. Tugas pemberitaan Injil, bersaksi, melayani, ada di dalam gengam tangan kita semua. Penulis kitab Ibrani menyemangati kita untuk terus berlomba melakukan karya nyata, seperti yang Yesus dan para murid lakukan pada masa lampau. Sekalipun ada banyak kesulitan dan tantangan yang kita hadapi, tetapi tetaplah menyatakan kesaksian dan pelayanan kita dengan mata yang tertuju kepada Yesus sendiri yang memulai pelayanan itu. Dengan berkarya dan melayani sembari mata ini tetap memandang Yesus, iman yang kita miliki semakin lama semakin dalam. Ketika ada banyak tantangan yang melanda, penulis Ibrani menuliskan untuk selalu mengingat akan Yesus, yang ketika dalam kesulitan, selalu setia melakukan segala tugas pelayanan dan misi di dalam dunia ini.

Patutlah kita berbahagia ketika dalam pelayanan kita, kita merasakan apa yang Yesus rasakan. Apapun yang kita alami: penolakan ketika mengabarkan Injil, penganiayaan ketika bersaksi, dihina ketika melayani, ingatlah bahwa kita belum mencucurkan darah. Bersyukurlah, ketika berpisah secara fisik dengan Yesus, kita mengalami rasa yang sama seperti yang dialami Yesus. Berbahagialah, keterpisahan dengan Yesus secara fisik, memperdalam iman percaya dan semakin giat dan berani berkarya, karena Roh Kudus ada di dalam hati setiap kita yang percaya.

LEBIH DARI CUKUP


Luk. 23:42-43.

Penjahat di sebelah Yesus meminta (ay. 42), “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” lalu Yesus menjawab permintaan penjahat ini (ay. 43) dengan perkataan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan aku di dalam Firdaus.” Ini benar-benar bukan perkataan biasa. Ini perkataan yang kita pegang dalam iman dan aktifitas kita setiap hari.

Mari kita lihat juga:
“Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.” (Ef. 3:20-21)

Sekarang perhatikan kalimat, “dapat melakukan jauh lebih banyak . . .” Penjahat kedua itu, menerima hal ini dari Tuhan. Penjahat ini menerima lebih dari apa yang dia minta.

Mari kita lihat satu per satu akan permintaan penjahat dan respon jawab Yesus:
• Penjahat ini meminta sebuah berkat, waktunya adalah nanti ketika Yesus datang sebagai Raja, ketika Tuhan datang untuk kedua kalinya. Tetapi apa jawab Yesus pada saat itu? Yesus berkata, “Sesungguhnya hari ini . . .”
• Penjahat meminta untuk “diingat.” Hanya itu yang berani dia minta sesuai kapasitas dirinya. Tetapi apa yang dia terima adalah sebuah jaminan, seolah Yesus berkata, “Aku bukan cuma akan mengingat kamu, tetapi kamu akan ada bersama-sama dengan Aku, dalam kedatanganku segera.”
• Yesus berkata, “. . . bersama-sama dengan Aku” di mana?? Bukanlah sebuah tempat mistis yang menakutkan, bukan pula dalam purgatori, tetapi di dalam Firdaus. Apa itu Firdaus? Firdaus itu adalah surga itu sendiri.

Kita bayangkan, seorang penjahat kelas kakap dan pada saat detik-detik terakhir dalam hidupnya, permintaannya bukan hanya dikabulkan tetapi diberikan lebih dari yang dia minta, bagaimana perasaannya?? Saya yakin, bukan hanya perasaan senang biasa, atau kelegaan, tetapi sukacita yang tak terkatakan, sembari menangis haru bercampur aduk dalam luapan emosi di detik-detik terakhir hidupnya. Seorang penjahat yang pada awalnya tidak tahu setelah kematian akan berada di mana, tetapi setelah perkataan Yesus yang penuh pengharapan itu, penjahat ini jelas tujuannya adalah berada bersama Yesus di Surga.

Kita sebagai orang percaya mempunyai Allah yang hidup. Allah yang mengerti segala kebutuhan kita. Allah yang memahami segala kondisi yang kita alami. Allah mampu melakukan jauh lebih banyak dan jauh lebih besar dari apa yang kita bisa pikirkan sebagai manusia terbatas.

Kalau dalam rumah tangga, kita sedang bergumul soal ekonomi, ingatlah Tuhan sanggup melakukan jauh lebih besar dari apa yang kita minta. Ketika kita bergumul soal kesehatan, Dia Tuhan yang telah membawa serta segala penyakit kita di kayu salib, dan ingatlah bahwa oleh bilur-bilur-Nya kita sembuh. Ketika kita bergumul dalam konflik antar pasangan, Dia Allah yang menggantikan perseteruan dengan kedamaian. Andalkan Dia selalu, karena Dia Allah yang tahu segala perkara kita, Dia tahu segala kesusahan kita, dan Dia Allah yang dapat melakukan yang tidak mungkin bagi kita, di dalam Dia ada jalan keluar

Wednesday, April 6, 2011

Kemenangan yang Agung


1YOH. 5:1-5
Pada ayat 1-2, Yohanes sedang mengajar tentang Kasih. Dasar kasih kita kepada sesama adalah karena kita mengasihi Allah yang telah melahirbarukan kita. Lebih dalam lagi, kasih kepada Allah akan terlihat nyata di dalam ketaatan kita terhadap perintah-perintah-Nya. Semua orang yang mengasihi Allah, melakukan apa yang menyenangkan Allah.

Menyenangkan Allah dan melakukan perintah Allah tidak mempunyai ukuran tingkat sebab menyenangkan Allah merupakan respon terhadap kasih Allah di dalam hidup kita. Karena itu ayat 3 mengatakan bahwa perintah Allah tidaklah berat. Kita semua dapat memenuhi semua perintah Allah itu karena kita semua yang lahir dari Allah telah mengalahkan dunia. Pernyataan kemenangan Allah ini menjadi dasar mengapa perintah Allah tidaklah berat. Dalam bahasa aslinya, kata ‘mengalahkan’ memiliki akar kata yang sama dengan kata ‘kemenangan.’ “Mengalahkan” berarti mendapatkan kemenangan dalam sebuah pertandingan. Di dalam konteks 1 Yohanes ini, kemenangan itu berarti menang atas segala kuasa yang melawan Allah. Kita yang lahir dari Allah dapat menahan segala kuasa yang mencoba mengekang kita di dalam dunia dengan membujuk kita meninggalkan iman kita di dalam Kristus. Yohanes ingin menekankan kenyataan kemenangan itu, yakni bahwa orang percaya memiliki kemenangan itu sekarang juga.

'Kemenangan iman’ di dalam konteks ini berarti melanjutkan hidup di dalam iman bahwa Yesus adalah Anak Allah dan melalui Dia kita beroleh hidup, kita dapat mengalahkan dunia (3:13-14), lalu menerima hidup (2:1-2; 5:13) dan kita dijaga dari si jahat (5:18). Iman itu bukanlah tujuan kemenangan, bukan pula sesuatu untuk mendapat kemenangan. Iman itu sendiri adalah kemenangan karena berpusat kepada Anak Allah yang memberi kemenangan.

Memiliki iman seperti itu adalah memiliki kepercayaan kepada Allah, seperti anak-anak kepada orang tua mereka. Dan mereka memiliki kepercayaan karena pengalaman mereka terhadap kesetiaan dan kasih orang tua terhadap mereka. Jadi, panggilan untuk beriman dan panggilan untuk mengasihi adalah satu paket yang lengkap. Panggilan untuk mengasihi muncul dari natur Allah yang adalah kasih, yang mengasihi, mendorong, memberi perintah, dan menguatkan kita untuk mengasihi. Kita dipanggil untuk percaya kepada Allah yang adalah kasih. Allah adalah kasih bukanlah sebuah slogan romantis, tetapi sebuah kebenaran yang utama.

Kemenangan Agung Yesus yang kita imani juga sebagai kemenangan orang percaya, biarlah memimpin kita untuk tetap melakukan panggilan kita untuk setia kepada Yesus dan mengasihi sesama kita.

Thursday, March 3, 2011

Pengampunan: Hanya Ada di Dalam Tuhan


Mzm. 130:1-8
Sekian lama kita hidup sebagai orang Kristen, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, dan jika suatu kali kita melakukan dosa yang menurut kita terlampau besar, apa yang kita rasakan? Kita mungkin akan merasa sebagai orang yang sangat hina di hadapan Tuhan, bahkan di dalam situasi tertentu justru kita malu kepada Tuhan, kemudian semakin jauh dan mundur dari hadirat Allah. Ada suatu rasa bersalah yang sangat besar terhadap Allah, sehingga kita malu menghadap Dia, dan semakin jauh meninggalkan Tuhan.

Perikop kita hari ini memperlihatkan situasi serupa, ketika pemazmur merasa sangat berdosa dan tidak layak di hadapan Tuhan, -- “Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan!” Jurang menggambarkan jarak yang begitu jauh antara Allah yang suci dan kudus dengan manusia yang penuh dosa dan cela. Dari jarak yang begitu jauh itu pemazmur mengharap perhatian Allah akan pengampunan atas dosa-dosanya. Pemazmur sadar bahwa tidak akan ada orang yang dapat tahan berdiri dengan segala dosanya di hadapan Tuhan Sang hakim yang adil pada saat Penghakiman Terakhir nanti. Karena itu, pemazmur datang ke hadirat Tuhan memohon belas kasihan akan pengampunan. Dan yang dilakukan oleh pemazmur ini adalah tepat, karena ada pengampunan yang Tuhan sediakan bagi orang-orang yang mau datang kepada-Nya (4a). Tuhan ditakuti bukan hanya karena Penghakiman Terakhir, tetapi juga karena besarnya kasih pengampunan-Nya.

Ketika kita merasa bahwa kesalahan, dosa, dan cacat cela begitu besar sehingga tidak ada orang yang dapat menolong kita, maka datanglah kepada Yesus. Akui dosa-dosa secara pribadi kepada Tuhan, mohon pengampunan-Nya. Di dalam Tuhan ada pengampunan yang sejati. Percayalah bahwa Ia telah mengampunimu, karena Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih setia, panjang sabar, serta pengampun. Tidak ada dosa yang terlebih besar daripada kasih pengampunan-Nya.

*Telah dimuat dalam renungan PELITA

Ku Tak Akan Menyerah


Kis. 5:17-25.
Di dalam sejarah Kekristenan, ada banyak kali para pengikut Kristus diperhadapkan dengan bahaya, dalam bentuk penganiayaan, penderitaan, dan tekanan-tekanan. Tidak berbeda dengan zaman kita hidup saat ini, jika kita melihat di situs www.persecution.com, kita akan mendapati ada banyak anak-anak Tuhan di berbagai macam tempat di dunia ini menghadapi tantangan dan tekanan di dalam beribadah dan memberitakan firman Tuhan. Saat ini, kita akan melihat apa yang dilakukan Allah melalui para rasul di dalam keadaan seperti itu.

Di dalam perikop ini para rasul dimasukkan ke dalam penjara oleh Imam Besar dan para pengikutnya hanya karena alasan iri hati. Di perikop sebelumnya (5:12-16) mencatat semua yang dilakukan para rasul. ‘Ketenaran’ dan ‘kesuksesan’ para rasul dalam mengabarkan Injil, mengadakan mujizat dan tanda-tanda telah membuat Imam Besar ‘kebakaran jenggot’ dan iri hati. Nah, karena faktor inilah, Imam Besar dan para pengikutnya memasukkan mereka ke dalam penjara dengan tujuan supaya mujizat, tanda-tanda, dan pengajaran firman yang dilakukan para rasul terhenti, serta Imam Besar dapat kembali ‘tenar’ seperti semula.

Namun sayang, apa yang Imam Besar dan pengikutnya lakukan nampak sia-sia belaka, karena sebenarnya mereka melawan Allah yang berada di belakang dan mendukung para rasul. Malaikat Allah membebaskan para rasul dari penjara dan memerintahkan mereka pergi ke Bait Allah untuk mengajar dan memberitakan firman Allah kepada banyak orang. Dan para rasul taat kepada perintah malaikat Tuhan itu. Para rasul tetap mengajar dan memberitakan firman, meskipun mereka telah merasakan ketidaknyamanan penjara kota. Para rasul tidak menyerah memberitakan Injil karena mereka yakin dan sadar ada Allah yang mendukung dan memimpin langkah mereka.

Melalui renungan hari ini, saudara diajak untuk tidak menyerah terhadap segala tantangan dan hambatan khususnya ketika kita beribadah dan memberitakan Injil Allah. Apakah selama ini sikap kita dalam beribadah terpengaruhi oleh ketakutan akan tekanan pihak mayoritas? Apakah kita terus setia mengajar dan memberitakan Injil, walau ada tantangan dan bahaya menghadang kita? Biarlah sikap hati dan mental para rasul ada di dalam hati kita ketika kita menjalankan Amanat Agung Yesus di dalam dunia ini.

*Telah dimuat dalam renungan PELITA.