Tuesday, October 26, 2010

A NEW FRESH START


Mat. 9:14-17.
Perikop ini mungkin terasa membingungkan bagi pembaca awam. Sulit untuk memahami kaitan antara anggur baru, kantong kulit yang tua, dan orang Farisi. Apalagi kisah ini ditulis dalam tiga kitab Injil, tentu ada maksud dan kepentingannya bagi kita masa kini. Jadi apa maksudnya??

****

- Pada masa itu, anggur tidak disimpan di dalam botol-botol kaca, tetapi di dalam kantong kulit kambing yang dijahit sisi pinggirnya menjadi sebuah kantong kulit yang kedap air. Air anggur yang baru akan berfermentasi, mengembang, dan otomatis mengembangkan pula kantong kulit pembungkusnya. Nah, karena alasan inilah mengapa anggur baru tidak boleh disimpan di dalam kantong kulit yang tua. Jika air anggur yang berfermentasi disimpan di dalam kantong anggur yang tua, maka kantong tua yang sudah mengembang akan pecah. Karena itu, anggur baru selalu disimpan di dalam kantong kulit yang baru.
- Yesus menggunakan gambaran perumpamaan ini untuk menjelaskan bahwa Dia datang tidak untuk melengkapi sistem agama Yahudi yang tua, yang penuh dengan aturan-aturan dan tradisi-tradisi. Tradisi dan aturan-aturan tua dan kuno yang dilakukan oleh orang Farisi adalah seperti sebuah kantong kulit tua! Mereka tidak dapat menerima Yesus dan misi-Nya di dalam tradisi dan aturan lama mereka.
- Yesus membawa misi dan tujuan yang baru yang telah dinubuatkan berabad-abad lamanya. Injil Kerajaan Allah yang dibawa Yesus tidak cocok dengan sistem agama yang kuno dan tua. Kekristenan memerlukan pendekatan-pendekatan baru, dan struktur-struktur baru.

****

- Berita mengenai Injil selalu tetap “baru” karena selalu diberitakan dan diterapkan di dalam setiap generasi yang “baru.” Ketika kita menjadi pengikut Kristus, kita harus siap akan cara-cara baru bagaimana kita hidup, cara-cara baru memandang orang lain, cara-cara baru untuk melayani di setiap generasi. Jagalah hati kita supaya tetap menjadi hati yang selalu “baru” untuk menerima kebenaran Kristus yang mengubahkan hidup.
- Setiap program-program dan pelayanan dalam gereja jangan dikekang dan dibelenggu di dalam struktur yang tidak dapat disentuh oleh ide-ide baru, metode-metode baru, dan bahkan jamahan Roh Kudus yang mengubahkan. Janganlah juga hati kita menjadi hati yang kaku, yang menghalangi kita menerima cara pemikiran baru yang Kristus bawa. Jagalah hati kita supaya tetap menjadi hati yang terbuka lebar untuk diperbarui menerima berita Injil yang mengubahkan.

The Way to the Kingdom is the Way of the Cross


Teks Markus 15:29-32, khususnya di ayat 32 memperlihatkan ada dua penjahat yang turut disalibkan bersama dengan Yesus. Renunganku hari ini, teks ini dihubungkan dengan permintaan Yakobus dan Yohanes untuk duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus kelak di dalam kemuliaan (Mrk. 15:35-39). Perikop Markus 15:35-39 berakhir dengan sebuah nasehat: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Mrk. 15:43-44). Dengan kata lain, bagi mereka yang ingin mendapat bagian di dalam kemuliaan Kerajaan Surga, hendaklah mereka menjadi hamba/pelayan bagi semua.

Ketika Yakobus dan Yohanes meminta Yesus untuk duduk di tempat terhormat di sebelah kanan dan kiri dalam kerajaan-Nya, Yesus mengatakan bahwa mereka berdua tidak tahu apa yang mereka minta (Mrk. 10:38). Di sini (Mrk. 15:29-32), ketika Yesus menderita tergantung di kayu Salib, sedang mempersiapkan peristiwa inaugurasi kerajaan-Nya melalui kematian-Nya, tempat di sebelah kanan dan kiri-Nya, diambil oleh orang yang juga menderita. Sebagaimana yang Yesus jelaskan kepada kedua murid yang haus kekuasaan, seseorang yang ingin dekat dengan Yesus di dalam kemuliaan, harus ikut menderita dan mati seperti yang Yesus sendiri lakukan. Bagi mereka yang ingin mendapat bagian di dalam kemuliaan Kerajaan Surga, hendaknya bukan hanya menjadi hamba/pelayan, namun juga ikut menderita dan mati, seperti yang Yesus telah lakukan. Kesediaan untuk menjadi hamba/pelayan, harus disertai pula dengan kesediaan untuk ikut menderita bahkan mati bagi Kristus.

The way to the kingdom is the way of the cross. If we want the glory of the kingdom, we must be willing to be united with the crucified Christ.

Thursday, July 8, 2010

BERDOA: MENGUBAH yang MUSTAHIL MENJADI NYATA (1 Sam. 1:1-28)


1. Hari ini saya akan membagikan kesaksian saya setelah sedemikian lama saya mengikut Tuhan. Satu dari banyak perbuatan Tuhan yang ajaib yang tidak dapat saya pikirkan dan saya duga, akan saya bagikan di sini.
2. Karena budaya kita berbeda maka dengan berat hati saya memberitahu saudara bahwa sebenarnya saya sudah mempunyai dua istri dan saya punya banyak anak. Istri pertama saya, dia mandul, gak punya anak. Waktu tahu dia mandul, saya malu sekali. Malu karena kehadiran anak sangat penting bagi ekonomi keluarga, sebab mereka ini adalah sumber penghasilan keluarga. Bisa saja saya ceraikan dia, tetapi saya memilih untuk tetap menjadikan dia sebagai istri saya, saya sayang banget sama dia. Dia juga akhirnya menginjinkan saya untuk mengambil perempuan lain untuk menjadi istri kedua saya, dan dari perempuan kedua ini saya punya banyak anak.
3. Itulah budaya saya. Kalo dalam budaya saudara, pemerintah menyarankan punya satu istri dan dua anak, maka dalam budaya saya, saya diperbolehkan punya istri lebih dari satu dan banyak sekali anak. Kata orang banyak anak banyak rejeki, dikit anak dikit rejeki. Nah, maka dari itu, saya punya banyak anak, supaya banyak rejeki. Tapi saya didik mereka untuk bekerja, sehingga nanti mereka bisa memelihara orang tuanya kalo sudah tua. Anak-anak ini juga sebagai penerus keturunan saya. Mereka ini penerus nama keluarga dan pewaris kekayaan saya.
4. Nah sekarang ini saya sudah punya satu anak yang sangat saya kasihi. Tuhan yang memberikannya kepada istri pertama saya. Begini ceritanya:
5. Waktu itu kami sekeluarga rutin pergi tiap tahun untuk berbakti kepada Allah. Saya, kedua istri, dan anak-anak saya pergi ke luar kota menghadap Tuhan. Tiap tahun istri pertama saya selalu menangis. Ia selalu bersedih hati, tidak mau makan karena selalu saja dihina, diejek oleh istri kedua saya. Saya tahu permasalahan utama dia adalah karena kemandulannya. Saya sebagai suami juga tidak bisa berbuat banyak. Saya hanya bisa berharap keberadaan saya ini cukup daripada banyak anak laki-laki.
6. Ketika kami sampai di Silo, seperti biasa istri tidak mau makan, sedih, lantaran ejekan istri kedua saya. Tetapi ada yang lain pada tahun itu. Selesai waktu kami makan dan minum, istri pertama saya pergi berdoa, dia menangis di hadapan Tuhan. Dia berdoa, menangis sambil bernazar kepada Tuhan. Katanya: TUHAN Yang Mahakuasa, perhatikanlah hamba-Mu ini! Lihatlah sengsara hamba. Ingatlah kepada hamba dan jangan lupakan hamba! Jika Engkau memberikan kepada hamba seorang anak laki-laki, hamba berjanji akan memberikan dia kepada-Mu seumur hidupnya (BIS).
7. Lihatlah! Ada tekanan yang hebat di dalam dirinya. Tekanan komunitas sosial, tekanan istri kedua saya, tekanan dari dirinya sendiri bahwa dirinya mandul, dan imampun mengatakan dia mabuk. Dalam beratnya tekanan yang dia derita, dia tidak menyerah pada situasi, tetapi dia berserah, dia sampaikan pergumulan hidup utamanya kepada Tuhan melalui dia berdoa. Istri saya adalah sosok perempuan yang tegar. Saya kira, saya tidak salah memilih dia menjadi istri saya, dan saya tidak menyesal saya mengasihi dia meskipun dia mandul. Barangkali si Peter itu akan mengikuti jejak saya.
8. Yang mengejutkan adalah setelah berdoa, wajahnya berseri-seri, seolah tidak ada beban lagi, dan dia mau makan. Kesusahannya tetaplah kesusahan, tetapi dia tidak mau terus berada di dalam kesusahan itu. Penyerahan di dalam doa adalah penyerahan totalitas hidup ke dalam kedaulatan Tuhan. Itulah sebabnya tidak perlu lagi kekuatiran, dan kesedihan itu berlarut-larut. Keesokan paginya kami kembali ke Rama.
9. Setahun kemudian setelah dia berdoa, akhirnya dia mengandung dan melahirkan anak laki-laki. Kami menamainya Samuel. Kalo di Alkitab ini artinya: Aku telah memintanya daripada Tuhan. Kalo di dalam bahasa Ibrani, kami mengartikannya dengan frasa “didengar Tuhan.” Ya kira-kira sama artinya. Istri saya meminta dari Tuhan, dan Tuhan mendengarkan doanya. Kelahiran Samuel bagi saya merupakan hadiah dari Tuhan. Inilah anak yang saya tunggu-tunggu dari istri yang sangat saya cintai.
10. Setelah lahirnya Samuel, saya dan keluarga mau pergi kembali untuk beribadah ke Silo, mempersembahkan korban sembelihan dan korban nazar. Tetapi istri saya gak ikut, katanya mau menunggu sampai Samuel tidak menyusu lagi. Saya menyetujuinya.
11. Dua atau tiga tahun kemudian, istri saya pergi untuk beribadah, sekaligus mempersembahkan korban lembu jantan pada Tuhan. Di bait Allah itu, istriku, Hana, menyerahkan juga Samuel (3 tahun) kepada Tuhan untuk bekerja dan melayani di Bait Suci. Istriku memenuhi nazarnya kepada Tuhan.
12. Dari peristiwa ini, ada begitu banyak berkat rohani yang saya terima. Saya merasa Tuhan membentuk saya dengan begitu luar biasa. Setelah semua ini terjadi, Dia mencoba memperlihatkan kepada saya dan dunia saat ini bahwa Dia Allah yang berkuasa atas segalanya.
13. Pada mula, ketika Dia menutup kandungan istri saya, Dia mau supaya saya belajar untuk tetap mengasihi dia, meskipun dia mandul dan begitu banyak orang mencelanya. Tuhan ingin saya belajar untuk mengasihi istri saya, menemani dia apapun keadaannya dan dalam segala kesusahannya.
14. Ketika Tuhan mengingat kesengsaraan istri saya dan kembali membuka kandungannya, lalu saya mendapat anak yang istimewa, saya belajar menyerahkannya kembali kepada Allah, mempersembahkan kepada Tuhan untuk Tuhan pakai menjadi alat Tuhan sendiri. Setelah saya mempersembahkan Samuel sebagai harta paling berharga di dalam hidup kami, Tuhan ternyata mengaruniakan lagi tiga anak laki-laki dan dua perempuan (2:21) kepada kami. Wow! Di sini saya belajar Dia adalah Tuhan yang tahu benar akan kebutuhan utama kebahagiaan keluarga saya. Ketika semuanya ini sudah terjadi, saya belajar di dalamnya, Dialah Tuhan yang merencanakan sesuatu yang besar, melahirkan seorang nabi/hamba Tuhan yang diperkenan Tuhan bagi bangsa kami.
15. Sebelum saya ke sini, saya ngobrol sama istri saya Hana, apa berkat yang kamu peroleh dari peristiwa ini. Dia menjawab: satu hal yang membuat dia sukacita adalah ketika Tuhan mendengar kesusahannya, Tuhan mendengar doanya, dan Dia mengabulkan permohonannya. Setelah dia menyerahkan anak yang ditunggu-tunggunya seumur hidup kepada Tuhan, sukacitanya menjadi sempurna, saat Tuhan ga cuma kasih Samuel saja, Tuhan kasih lagi 3 laki 2 perempuan pada kami. Bertahun-tahun dia menunggu, tetapi pada saatnya tiba, Tuhan memberi lebih dari apa yang dapat kami duga.
16. Demikianlah orang yang berserah pada Tuhan di dalam doa. Istri saya menjadi contoh nyata kebaikan dan kemurahan Tuhan. Dikala ada begitu banyak hal-hal yang kita rasa tidak mungkin terjadi, berserah dan berharaplah pada Tuhan. Di saat tidak ada lagi jalan keluar dari permasalahanmu, berlutut dan berdoa kepada Tuhan adalah satu-satunya yang bisa dilakukan. Bawa segala masalahmu di dalam doa. Dia akan bertindak secara ajaib di dalam hidup kita semua. Percayalah pada kuasa-Nya. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.

*BERDOA: MENGUBAH yang MUSTAHIL MENJADI NYATA (1 Sam. 1:1-28)
**Telah disampaikan dalam bentuk khotbah, Minggu, 4 Juli 2010.

Saturday, May 22, 2010

SHOW YOUR LOVE TO EVERYONE


Demikian percakapan saya dengan mbak-mbak perawat RS di kantor informasi, hari Jumat kemarin untuk memimpin persekutuan di RS.

“Met siang mbak (Bahasa di sini: kak)” kataku.
“Met siang” jawabnya.
“Kantor dokter ini (menyebut nama seorang dokter) di mana ya?” tanyaku.
“Dokternya gak ada, udah pulang” jawabnya.
“Kalo dokter ini (menyebut kembali nama dokter lain)?” tanyaku kembali.
“Gak ada Bang, udah pada pulang.” katanya.
“Dokter ini (menyebut kembali nama dokter lain) ada?” tanyaku lagi.
“Gak ada Bang. Hari Jumat cuma setengah hari, semua dokter pulang jam setengah 12” katanya
“Oh gitu ya? Ya udah deh, makasih” kataku.

Dalam keadaan bingung, – persekutuan di RS udah hampir jamnya, sinyal HP mati, jadi ga bisa nelpon contact person – aku putuskan pulang dulu ke rumah dan mengambil HP satu lagi dan mengisi pulsanya, . Setelah itu, saya naek motor, mau nyalain motor, tiba-tiba ada beberapa orang mbak-mbak perawat menghadang motor saya. “Walah, ada apa lagi nih?” kataku dalam hati. Percakapanpun berlanjut.

“Mau kebaktian ya, Bang?” tanyanya dengan nada agak halus.
“Iya” kataku sambil ngembaliin lagi posisi motor ke tempat asal.
“Tunggu aja Bang di sini, mungkin mereka lagi makan, bentar lagi mereka kembali” katanya.

Sayup-sayup kudengar percakapan dari antara mereka, “Kenapa tadi kamu bilang para dokter sudah pulang?” tanya salah seorang perawat. “Ya abis, nggak liat Alkitabnya” kata perawat yang berbicara denganku. Kataku dalam hati, “Walah, mbak, Alkitab segede tafsiran Roma – Schreiner, saya jinjing dari tadi ga terlihat??” Percakapan pun berlanjut.

“Mari, masuk Pak” katanya sambil mengarahkanku masuk kantor bagian informasi.
“Di sini aja deh, ga apa-apa” kataku sambil bertanya-tanya kenapa sekarang manggil saya, bapak. 
“Bapak ini Pendeta?” tanyanya.
“Bukan. Penginjil” kataku (meski belum resmi jadi penginjil, mau bilang apa lagi?? )
“Masuk aja Pak, nunggu di dalam kantor” kata salah seorang dari antara perawat.
“Gak apa-apa mbak, di sini aja, adem” kataku sambil bersandar pada pilar RS.
Tak lama, para dokter datang dan kami mulai kebaktian.

Terlihat perbedaannya ketika berbicara sebelum mereka melihat saya membawa Alkitab, dan setelah tahu saya membawa Alkitab. Penafsiran diserahkan kepada para pembaca. Bebas menafsir. 

Tuesday, May 11, 2010

TRADISI DAN KEBIASAAN DALAM GEREJA SUKU


Pada hari Minggu, 9 Mei kemarin, saya mendapat pengalaman baru di tanah Batak ini. Sedih dan senang bercampur dalam pengalaman baruku ini. Kemarin, saya melayani di Pos PI GKKK Batang Toru, sebuah kota kecil, dua jam perjalanan dari Sibolga. Setelah menyelesaikan tugas pelayanan saya, saya diajak oleh salah seorang pengurus GKKK Batang Toru, dan juga salah seorang cikal bakal terbentuknya GKKK Sibolga, untuk ikut menghadiri pesta yang diadakan oleh gereja tetangga. Beliau bernama Bapak Wahyu. Karena keramahan dan kemurahan hatinya, beliau disegani oleh penduduk kota Batang Toru.

Selesai ibadah gereja, jam menunjukkan pukul 11.30, kami segera jalan kaki ke gereja tetangga. Ternyata begitu kami sampai di gereja tersebut, mereka belum selesai ibadah. Pendeta masih berkhotbah. Kami duduk di luar pelataran gereja bersama beberapa anggota jemaat gereja tersebut. “Tak apalah,” kataku, “lumayan bisa belajar dan dengar khotbah bahasa batak dari gereja tetangga, sekaligus gereja suku, yang memiliki banyak jemaat tersebar di Indonesia, bahkan kabarnya di luar negeri juga ada,” pikirku. Sambil tetap mendengarkan khotbah dalam bahasa Batak yang saya sama sekali tidak mengerti, saya bertanya kepada Pak Wahyu, “Ini pesta apa to Pak?” Beliau mengatakan bahwa yang akan dirayakan ini adalah Pesta Kebangunan Kaum Pria. “Oh, gitu toh,” ucapku. Rasa ingin tahuku semakin besar, dan ingin segera melihat acara apa ini. Kira-kira setengah jam kemudian, ibadah selesai. Seorang majelis gereja tersebut mengundang kami masuk ke tenda yang sengaja didirikan untuk acara ini. Tenda didirikan di luar halaman gereja.

Singkat cerita, Pak Wahyu dan saya bergerak masuk. Kami disuruh duduk di kursi paling depan!! Berjajar mulai dari pendeta gereja tersebut, Pak Wahyu, saya sendiri, kemudian di sebelah kanan saya ada tamu undangan lain. “Wuih, jarang-jarang kayak gini,”kataku dalam hati. Tak lama, kami disuguhi makan siang oleh panitia. Sambil makan, alunan musik khas Batak mengiringi makan siang kami. Sambil makan menghadap panggung kecil di depanku, tiba-tiba indra penglihatan saya tertuju pada beberapa tumpuk dus bir Bintang, dan ada juga bir hitam Guinness. “Apa pula ini? Untuk apa?” kataku dalam hati. Sambil berusaha menghabiskan makan siang, saya terus berpikir tentang hal itu, acarapun akhirnya dimulai.

Masih diiringi lagu khas Batak, MC naik panggung, berbahasa Batak yang tetap saya tak mengerti, namun saya mengira, sepertinya ini adalah acara lelang. Lelang ini bertujuan untuk pengumpulan dana gereja guna membangun sekolah TK yang bertempat di samping gedung gereja tersebut. Menurut informasi yang saya peroleh, seringkali dan bahkan katanya sudah menjadi tradisi bahwa setiap kali gereja membutuhkan dana, maka diadakan acara lelang tersebut. Sebenarnya biaya untuk pengadaan acara lelang ini saja, sudah dapat dikatakan sangat besar, sebab harus menyewa tenda, sound system, keyboard beserta pemainnya yang mahir memainkan lagu-lagu tanah Batak ini. Namun, sekali lagi, acara lelang ini sudah menjadi tradisi, yang dilakukan setiap kali gereja membutuhkan dana.

Baru kali ini aku menghadiri acara lelang, dan baru kali ini juga aku menghadiri acara lelang yang diadakan oleh gereja berkedok tradisi. “Menambah pengalaman baru,” kataku. Barang-barang yang diikutsertakan dalam lelang pun beragam, diantaranya: kepala babi, ekor babi, daging babi (dibuat sate; 1 tusuk berisi 3 daging besar), ayam bakar, hiasan dinding Perjamuan Makan Yesus, bir Bintang, bir hitam, air tuak, lemang (ketan yang dibakar di dalam bambu), dan selendang Ulos. Barang-barang dilelang dengan cara paket. Misalnya, sate daging babi 1 tusuk, lemang, tuak, 1 botol bir Bintang, dan 1 botol bir Guinness, dibuka dengan harga sekian, dan seterusnya sampai penawar harga tertinggi yang akan mendapatkannya. Nah, sekarang baru tahu saya apa fungsi bir tersebut. “Tetapi mengapa harus memakai bir? Apa gak ada minuman lain yang bisa dilelang?” pikirku.

Sementara acara lelang masih berlanjut, kami undur diri. Dalam perjalanan, saya bertanya kepada Pak Wahyu, “Pak, mengapa bir Bintang dan Bir Guinness diikutsertakan di dalam acara lelang gereja?” “Itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Minuman itu sudah biasa bagi mereka,” jawabnya. Yah, itulah tradisi dan kebiasaan. Tradisi dan kebiasaan yang tidak mudah untuk diubah. Tradisi sekuler dan kebiasaan yang tidak biasa itu ada di dalam tubuh gereja, dan ikut serta dalam upaya pembangunan gereja. Pencapaian-pencapaian program gereja demi terwujudnya gereja yang mandiri dan berkembang, diwarnai dengan tetap berjalannya tradisi sekuler dan kebiasaan yang tidak membangun dari jemaat gereja itu sendiri. Sebuah pertanyaan bagi kita bersama, bisakah dan mungkinkah gereja dapat berjalan, berkembang, tanpa ada intervensi tradisi sekuler dan kebiasaan buruk dari jemaat sendiri??

Dalam kesempatan itu juga, Pak Wahyu memberi saya Ulos, sebagai kenang-kenangan, setelah beliau menjadi penawar tertinggi dalam lelang. Saya diberi Ulos, dua tusuk sate babi dan lemang menjadi milik beliau, satu botol bir Bintang dan satu botol tuak diberikannya pada orang lain setelah orang lain itu memintanya.

Saturday, May 8, 2010

Popularity Contest??


The Christian life is not a popularity contest! Following Jesus' example, we should share the Gospel with the poor, immoral, lonely, and outcast, not just the rich, moral, popular, and powerful.

IN HIS LIGHT, WE MAY SEE LIGHT



Oh Thou who dwellest in the light that is unapproachable and full of glory, who is in the fullest of time didst send Thy Son who is the light of the world, in His light may we see light clearly. In His light may we see the majesty of Thy being and the graciousness of Thy purpose. In His light may we see our world and understand it, in this the time in which our lot is cast.
To that end bless us as we assemble together here seeking Thy light upon our work. Graciously grant, O Lord of light and glory, that this journal may ever be loyal to Thy truth and to Thy gracious purpose for the world, and may it too be ever relevant to the time in which we live and to its challenge. May the Holy Spirit of truth lead us into all truth. And may the grace of our Lord Jesus Christ, who is light and live and the way to both, graciously grant us a sense of His luminous presence that we may truly guided in all our deliberations, whether to analyze or decide, whether to explore Thy will or to be challenged by human need, in the name of Him who taught us to pray when we say: Our Father, who art in Heaven . . .

John A. Mackay (1889-1983). This prayer was offered by Dr. Mackay as president emeritus of Princeton Theological Seminary and honorary chairman of the Editorial Council of Theology Today at its meeting in Princeton on April 14, 1961. The motto of the journal at the time and until 1990, given to it by Dr. Mackay, was “Our Life in God’s Light.”

Dikutip dari A book of Reformed Prayers, (Louisville: Westminster John Knox Press, 1998) 116.

Blossom Flower


Just as the flower can never blossom when it never sees the sunlight, so our lives can never flower with the grace and beauty they ought to have until they are irradiated with the light of the presence of Jesus.
Barclay, William, Daily Study Bible Series: The Gospel of John - Volume 2 Chapters 8-21 (Revised Edition), (Louisville, KY: Westminster John Knox Press) 2000, c1975.

Wednesday, February 10, 2010

MISI

Misi adalah keseluruhan gaya hidup Kristiani, termasuk di dalamnya tanggung jawab pemberitaan Injil maupun tanggung jawab sosial, dengan didominasi oleh keyakinan bahwa Kristus mengutus kita ke dalam dunia sebagaimana Sang Bapa telah mengutus Dia ke dalam dunia, dan bahwa karena itu kita harus pergi ke dalam dunia - untuk hidup dan bekerja bagi Dia. - John Stott -

STATUS HAMBA TUHAN

Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Rabu, saya menggoreng pisang dengan adonan tepung seperti yang layaknya dijual di pinggiran jalan raya. Hmm, asik, uenak tenan. Makanan murah, enak, dan sederhana. Tiba-tiba saja, pada saat menggoreng pisang di depan kuali, ingatanku kembali ke masa lalu kepada pengalaman pelayanan bersama saudara saya, Daniel Sihombing.

Kurang lebih setahun yang lalu, bersama saudara saya, Daniel, kami melayani di sebuah gereja di wilayah Kesamben, Blitar, Jawa Timur. Berangkat hari Sabtu sore dan kembali hari Minggu siang. Sabtu itu, kami disuguhi pohong (singkong goreng). Entah mungkin karena baru panen singkong di desa, sehingga persediaan singkong begitu banyak. Maka mulailah saya menggoreng singkong itu.

Nah, pada saat itu kebetulan ada anak dari seorang teman, bernama David. Pada saat menggoreng singkong tersebut, dia berkata, “Minta ya…” seraya mengambil singkong yang masih hangat di piring sebelahku. “Iya,” jawabku. Tidak lama kemudian, dia datang kembali, dan mengatakan hal yang sama, “Minta lagi ya..” “Iya” jawabku. Tetapi kemudian dia bertanya sesuatu hal yang mengejutkan kepadaku, “Kamu pembantu di sini ya??” Deg, kaget aku. “Apa maksud dari pertanyaan itu?” pikirku. Aku sudah biasa mendengar khotbah, bahwa pelayan Tuhan adalah hamba. Dan pembantu adalah padanan katanya. Sama seperti kacung, jongos, budak, dan yang setaranya (sambil mengingat perkataan Pak Paul Gunadi di kelas).

Begitu sepertinya aku tak terima dengan pertanyaan itu, seolah ingin berkata, “Bukan, aku bukan pembantu.” Apalagi pertanyaan itu keluar dari mulut seorang anak kecil, yang mungkin ada di pikirannya pembantu rumahan yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Akupun berpikir hal yang sama saat itu.

Namun, saat itu sepertinya pikiranku bergerak cepat, sehingga saya menjawabnya, “Ya, saya pembantu di sini.” Setelah saya menjawab pertanyaannya, dia pergi sambil membawa singkong gorengnya. Si David pergi, karena pertanyaannya terjawab sudah. Bagaimana dengan si Peter? Oh, ternyata, dia masih ada di depan tungku kayu api dengan singkong yang sedang digorengnya, namun pikirannya mulai tenang. Dalam hatiku, aku merenung, bukankah pembantu, hamba, budak, slave, jongos, kacung itu sama?? Sambil makan singkong goreng hangat itu, aku berkata di dalam hati, “Aku adalah pembantu Tuhan.”

Setelah itu, saya menceritakan semua ini kepada saudara saya. Satu hal yang saya ingat pada waktu itu, saudara saya juga menempatkan dirinya sama dengan posisi saya, dengan status pembantu. Nyata pada keesokan harinya, setelah kami melayani, dan hendak pulang ke Malang, Daniel pamit kepada David, “Pembantu pulang dulu ya… Dadah David.”

Thanks buat David, mengingatkanku akan statusku.

Soli Deo Gloria!


Monday, January 25, 2010

KELAHIRAN KRISTUS MEMBAWA DAMAI BAGI DUNIA


Nats Alkitab: 1Yoh. 4:7-16, Yoh. 1:1-14.
Tujuan: agar jemaat mengerti dalamnya kasih Allah kepada manusia, dan menebarkan kasih dan damai yang Allah bawa itu kepada sesama.


SS, ketika dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang bebal dan jahat karena status mereka yang jatuh di dalam dosa, Allah berinisiatif untuk mengadakan pendamaian kembali, rekonsiliasi dengan umat-Nya yang berdosa ini. Bahkan sejak pada zaman para nabi, Tuhan sudah memberitakan bahwa ada seorang Pribadi yang akan datang untuk membawa damai bagi dunia ini. Kedatangan Allah sendiri ini akan mengubah dunia yang penuh dengan kegelapan, menjadi terang. Perseteruan, perselisihan antara Allah dengan manusia, diubah menjadi pendamaian dan umat-Nya yang percaya kepada kedatangan Putra-Nya itu, dapat menjadi agen, saluran tangan Allah membawa damai bagi sesama.

Syukur kepada Allah, ketika pendamaian ini terjadi ketika Yesus datang ke dalam dunia ini sebagai manusia yang sama seperti kita. Suatu misteri, bagaimana Yesus lahir melalui seorang anak dara. Inilah inkarnasi, yakni Allah yang telah datang, lahir sebagai manusia. Di tengah keterbatasan kita untuk mengerti misteri inkarnasi ini, Alkitab menyatakan bahwa Allah telah ada di dalam dunia dan Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, dan itu semua Ia lakukan karena KASIH.

SS, di dalam keadaan sebagai manusia, natur Yesus diragukan. Masih saja ada orang yang mengatakan bahwa tubuh Yesus adalah tubuh yang semu. Mereka mengatakan bahwa tubuh Yesus adalah Roh yang kelihatan, dan karena Roh, maka Ia tidak dapat merasakan apa yang manusia rasakan. Alkitab menyatakan dengan jelas, bahwa Yesus dapat merasakan seperti apa yang manusia pada umumnya rasakan. Ia bisa lapar, Ia bisa marah, Ia bisa merasakan sakit, dan sampai di atas Salib, Ia tetap menunjukkan kemanusiaan-Nya dengan berkata,”Aku haus.” Jadi jelas, bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Yesus ini pula, yang diam dan tinggal di dunia dan melayani orang-orang berdosa.

SS, Yoh.1:14 mengatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya…. Apa arti kata-kata ini? Sulit sekali mengartikan ayat ini. Begitu banyak pertanyaan yang timbul, salah satunya adalah Mengapa Firman itu menjadi manusia, menjadi daging, menjadi serendah manusia dan tinggal di antara manusia?? Namun, di sinilah keunikan kristiani dan konsep LOGOS (Firman) di dalam Injil Yohanes. Inilah inti doktrin Inkarnasi. Dia yang sesungguhnya adalah Allah, benar-benar menjadi manusia, dan tinggal di antara kita. Sesudah ayat 14 ini, istilah Logos atau Firman sudah tidak muncul lagi di dalam Injil Yohanes. Mengapa bisa terjadi demikian?? Karena sang Logos sudah menjelma menjadi manusia, Yesus, orang Nazaret. Maka Yesus dan Firman adalah identik, sama. Namun tidak sampai di situ saja, sebab Yohanes menambahkan, “kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa . . . .” Kemuliaan yang ada dan diberikan kepada-Nya itulah sebagai indikasi atau tanda bahwa Dia benar-benar Anak Allah.

SS, sungguh luar biasa bagaimana Sang Firman menjelma menjadi manusia dan diam di antara kita. Sungguh luar biasa ketika Yohanes memperlihatkan bahwa Yesus itu sendiri adalah Allah dan diam tinggal bersama kita. Jika natur manusia Kristus tidak berasal dari sumber yang sama dengan kita, maka tidak ada hubungan antara kita dengan Dia untuk melihat bahwa tugas pengantara-Nya penting bagi kebaikan kita. Oleh karena Ia dilahirkan melalui manusia, sehingga Ia bisa menjadi pengantara kita kepada Bapa, karena Ia adalah sama-sama manusia seperti kita. Ketika Dia ada di antara kita sebagai manusia, Dia bisa merasakan sakit, lapar, letih dan haus sama seperti manusia pada umumnya. Dia mengambil bentuk manusia agar Dia bisa sepenuhnya merasakan penderitaan kita sebagai manusia. Dia memasuki situasi kita untuk bertindak sebagai penebus kita. Dia menjadi Pengganti kita, Dia menanggung dosa kita dan menderita menggantikan kita. Dia juga menjadi pendahulu kita, dengan memenuhi semua tuntutan hukum Allah atas nama kita. Semua itu terjadi ketika Allah menjadi sama dengan manusia.

SS, begitu besar karya Allah kepada manusia yang berdosa ini. Satu alasan utama yang bisa dikemukakan, mengapa Yesus masuk ke dalam dunia ini adalah karena KASIHNYA. Kasih Allah yang melebihi dosa dan kesalahan kita. Ia tidak melihat betapa banyak dosa yang kita buat, tetapi Allah tetap mau datang ke dalam dunia untuk membebaskan manusia dari dosa. Yesus rela digantung di atas kayu salib, dan murka Allah ditimpakan kepada Anak-Nya, itu semua demi kita.

SS, kalau kita melihat bagaimana Allah pada mulanya menciptakan dunia ini dengan begitu sempurna dan indah, tetapi manusia yang merusakkannya. Manusia telah berada di bawah dosa. Manusia menjadi terhilang. Manusia menjadi begitu kotor dan hina di hadapan Allah. Hubungan Allah dan manusia menjadi putus. Tetapi Allah pula yang berinisiatif memulai hubungan yang baik dengan umat-Nya, semata-mata karena KASIH. Allah tidak dapat menyangkali sifat-sifat ke-Allahannya, yakni KASIH. Karena itu, Allahlah yang mengirim Anaknya ke dalam dunia menjadi pengantara manusia dengan Allah. Tanpa Allah sendiri yang masuk ke dalam dunia, mustahil manusia bisa mencapai Allah dan mendapat keselamatan itu. Bagaikan seseorang yang masuk ke dalam lubang yang dalam, pertolongan harus datang dari atas. Tanpa ada pertolongan dari atas, tentu orang yang di dalam lubang tidak bisa keluar, tidak bisa menyelamatkan diri sendiri. Karena itu, supaya manusia selamat, pertolongan harus datang dari atas, dari Allah dan manusia yang menerima pertolongan itu akan selamat. Kristus, Allah yang menjadi manusia itu, membuatnya mungkin terjadi. Kelahirannya sebagai manusia, untuk membawa manusia mempunyai hubungan yang baik kembali dengan Allah.

SS, suatu hari seorang guru Sekolah Minggu memberi tugas kepada murid-muridnya, ”Seperti apa ALLAH Bapa itu? Untuk mudahnya, kalian harus melihat Dia sebagai seorang papi.” ujar guru tersebut. Minggu berikutnya, sang guru menagih PR dari setiap murid. “Allah Bapa itu seperti dokter!” ujar seorang anak yg papanya adalah dokter. “Ia sanggup menyembuhkan penyakit seberat apapun !” “Allah Bapa seperti guru!,” ujar anak lain. “Dia selalu mengajarkan kita utk berbuat yg baik dan benar.” “Allah Bapa seperti hakim, Ia adil dan memutuskan segala perkara di bumi.” “Menurut aku, Allah Bapa itu seperti arsitek. Dia membangun rumah yg indah untuk kita di surga!” ucap seorang anak tidak mau kalah. “Allah Bapa itu pokoknya kaya sekali deh! Apa saja yg kita minta Dia punya!” ujar seorang anak konglomerat.
Guru tersenyum ketika satu demi satu anak memperkenalkan sosok Allah Bapa dengan semangat. Tetapi ada satu anak yg sejak tadi diam saja dan nampak risih mendengar jawaban anak-anak lain. “Eddy, menurut kamu Allah Bapa itu?” ujar ibu guru dengan lembut. Ia tahu anak ini tidak seberuntung anak-anak lain dalam hal ekonomi, dan cenderung lebih tertutup. Eddy hampir-hampir tidak dapat mengangkat mukanya, dan suaranya begitu pelan ketika menjawab, “Ayah saya seorang pemulung....jadi saya pikir.....Allah Bapa itu seorang pemulung ulung.” Ibu guru terkejut bukan main, dan anak-anak lain protes mendengar Allah Bapa disamakan dengan pemulung. Eddy mulai ketakutan. “Eddy,“ ujar ibu guru. “Mengapa kamu samakan Allah Bapa dengan pemulung?” Untuk pertama kalinya Eddy mengangkat wajahnya dan menatap ke sekeliling sebelum akhirnya menjawab, “Karena Ia memungut sampah yang tidak berguna seperti Eddy dan menjadikan Eddy manusia baru, Ia menjadikan Eddy anak-NYA.”

SS, memang, bukankah Dia adalah Pemulung Ulung? Dia memungut sampah-sampah seperti saudara dan saya, menjadikan kita anak-anakNya. Dia memungut sampah seperti kita dari kegelapan ke dalam terang. Dia memungut sampah seperti kita dari maut supaya kita hidup bersama Dia. Dia mengangkat kita dari seteru menjadi biji mata-Nya sendiri, bahkan menjadikan kita pewaris Kerajaan Allah.

SS, ketika Yesus lahir, itu berarti Allah sendiri yang bersedia menjadi pemulung, merendahkan diri-Nya, sampai sama seperti kita. Begitu besar kasih-Nya buat kita. Kedatangan-Nya membuat kita memiliki hidup yang baru di dalam Tuhan. Hidup yang berbeban berat, akan Ia buat lega. Hidup yang penuh dukacita, akan Ia isi dengan sukacita. Orang yang lemah, akan Ia kuatkan. Orang yang sakit, Ia akan sembuhkan. Orang yang terluka, Ia akan pulihkan.

SS, Kristus lahir ke dalam dunia untuk mendatangkan damai dan sukacita. Ia lahir memperdamaikan hubungan antara Allah dan manusia. Kalau Ia memperdamaikan hubungan Allah dan manusia, itu juga berarti hubungan manusia dan manusia, Ia pulihkan. Kalau hubungan itu, Ia pulihkan, berarti tidak ada lagi marah, tidak ada lagi musuhan, tidak ada lagi perseteruan. Yang ada hanyalah damai.

SS, Matius 5:9 mengatakan, “Berbahagialah orang-orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Di dalam bahasa Yunaninya, pembawa damai itu juga bisa berarti penjaga relasi yang baik, atau penjaga perdamaian. Tidak hanya membawa, menyatakan damai, tetapi juga menjaga agar damai itu tetap ada di dalam dunia ini. Bagi orang-orang yang seperti ini, Allah sendiri telah menyediakan upah. Upahnya apa? Upahnya adalah mereka akan disebut anak-anak Allah. Atau kalau dalam BIS, Allah akan mengaku mereka sebagai anak-anak-Nya.

SS, itulah tugas kita sebagai orang percaya, menyatakan dan membawa damai yang telah Tuhan nyatakan juga ke dalam dunia ini. Masalahnya adalah sudahkah kita melakukannya?? Kita yang telah diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Yesus, sudahkah kita berdamai juga dengan sesama? Sudahkah kita mengampuni orang yang bersalah sama kita? Sudahkah kita mengasihi mereka?

SS, kalau saya suruh kita mengucapkan sama-sama Yoh.3:16, pasti hafal semua bukan? Kata “Kasih” dalam Yoh.3:16, sebenarnya bukanlah kata benda. Adalah mudah kalau kita memberikan cinta kita kepada orang lain. Maksud saya adalah memberikan cinta, dalam bentuk benda, atau sesuatu. Itu sangat mudah, kalau boleh dibilang. Tetapi “Kasih” di Yoh.3:16 adalah kata kerja. Bukan pekerjaan yang mudah dilakukan. Apakah kita dapat dengan mudah mengasihi orang yang menyakiti hati kita? Apakah kita dapat dengan mudah mengasihi orang yang telah melukai perasaan kita? Apakah kita dapat dengan mudah mengasihi orang yang mencelakakan kita? Apakah kita dapat mengampuni mereka?? 1 Yoh. 4:11, ayat yang tadi kita sudah baca, lakukanlah itu.

SS, kalau kita pikir-pikir, layakkah kita menerima pengampunan Tuhan?? Layakkah kita yang hari demi hari berbuat dosa ini, menerima kasih Tuhan?? Tidak ada yang merasa layak, tetapi itulah Anugerah. Allah berinisiatif mengampuni dan mendamaikan kita. Sekarang apa tugas kita? Mari kita mulai berinisiatif mengasihi, mengampuni, dan menyatakan damai kepada orang lain, karena Tuhan telah terlebih dahulu melakukannya.

SS, ingatlah akan Natal, di mana bayi Yesus ada di dalam palungan, di kandang domba yang kotor, yang hina. Dan hati kita tidak lebih bersih dari kandang domba itu. Ke dalam dunia yang gelap ini, Yesus datang untuk membawa terang, Yesus datang membawa damai. Sudahkah kita membawa damai itu dan menyatakannya bagi setiap orang? Sudahkah kita membawa damai itu ke tengah keluarga kita? Sudahkah kita membawa damai itu ke tempat di mana kita bekerja? Sudahkah kita membawa damai itu ke dalam komunitas atau lingkungan sekitar kita? SS, satu obor bisa menyalakan ribuan obor lainnya, tanpa kekurangan terangnya, demikian juga Kasih dan damai yang kita terima dari Tuhan, tidak akan berkurang bila kita bagikan pada sesama. AMIN.

Thursday, January 7, 2010

SUKACITA DAN KEMATIAN

Menanggapi tulisan dari seorang teman (HTP) tentang kematian, maka saya juga akan membagikan sedikit pengalaman saya selama kurang lebih dua bulan di kota Sibolga ini. Selama saya pelayanan di Sibolga ini, ada beberapa kali saya melihat peristiwa kedukaan. Kebetulan dari beberapa yang saya lihat ini adalah kedukaan dari keluarga yang beragama Kristen. Menurut saya ini adalah peristiwa duka yang unik, dan belum pernah saya jumpai di Pulau Jawa. Mungkin karena faktor beda budaya, maka saya menyebutnya unik. Letak keunikan kedukaan ini ada pada lagu-lagu atau nyanyian yang mereka pakai pada kedukaan tersebut. Lagu-lagu yang mereka pakai adalah nyanyian atau lagu yang riang gembira. Entah itu lagu sekuler, atau lagu rohani yang biasa diambil dari KJ (Kidung Jemaat), atau lagu rohani daerah yang saya tidak tahu bahasanya, nada-nada yang dimainkan adalah nada-nada yang riang. Keunikan lainnya ada pada pakaian para pelayat yang hadir dalam kedukaan tersebut. Mereka memakai selendang Ulos (khas tanah Batak), dan juga kebaya. Dan pakaian yang para pelayat pakai ini menurut saya adalah pakaian yang meriah; dengan warna yang cerah, motif yang meriah. Dua keunikan inilah yang saya perhatikan pada peristiwa kedukaan di sini. Namun, yang membuat saya paling merasa tidak nyaman adalah pada lagu-lagu nyanyian yang mereka lantunkan.

Beberapa kali saya menemukan peristiwa kedukaan yang serupa, mendorong saya untuk bertanya, mengapa mereka melantunkan lagu-lagu dengan nada riang gembira?? Bukankah seharusnya sedih, meratap, dan menangisi jenazah keluarga mereka?? Apa maksudnya dengan semua ini?? Apakah budaya setempat yang mempengaruhi??

Dalam ketidakmengertian saya, saya bertanya kepada Ibu pendeta. Ibu pendeta menjelaskan bahwa kita bisa mengetahui yang meninggal itu umur berapa adalah dari lagu-lagu yang dinyanyikan. Dan dalam hal ini, jika lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu yang riang gembira dan meriah, berarti yang meninggal sudah cukup tua. Menurut mereka, adalah suatu sukacita dan bahagia apabila ada satu anggota keluarga mereka yang mendapat umur panjang dari Tuhan. Karena itu, kematian bagi mereka yang berumur cukup tua harus juga disyukuri, dirayakan dengan riang gembira, dan bukan dengan sedih hati.

Selama ini saya berpikir bahwa musik, lagu dan nyanyian riang itu adalah karena keyakinan para anggota keluarga bahwa orang yang meninggal tersebut sudah pasti ke Surga. Ternyata dugaan saya salah. Suasana sukacita, riang gembira hanyalah karena orang meninggal tersebut, hidup lama dan berumur panjang di dunia ini. Sukacita dan bahagia dikarenakan umur panjang, dan hidup yang lama.

Melalui hal ini saya berefleksi dan merenung, bukankah seharusnya rasa bahagia dan bersukacita itu dirasakan ketika yakin salah satu anggota keluarga ada bersama-sama dengan Yesus di Surga?? Di dalam kedukaan di atas, sepertinya terlihat yang mereka pedulikan hanyalah umur panjang dari salah satu anggota keluarga, dan atasnya mereka berbahagia serta bersukacita. Memang itulah yang terjadi. Mereka berbahagia dan bersukacita hanya dikarenakan orang yang mereka kasihi dan cintai memiliki umur panjang.

Mereka seolah tidak mau tahu dan tidak peduli, apakah orang yang meninggal tersebut sudah mengenal Yesus?? Yang jelas ada di pikiran mereka adalah orang yang saya kasihi dan yang telah meninggal ini telah memiliki umur panjang, dan karena itu saya bersukacita.

Hhmm, jelaslah sekarang mungkin ini bagian dari tradisi yang terus menerus terjadi. Entah dari mana datangnya pemikiran seperti ini. Apakah ada faktor budaya suku setempat yang mempengaruhi?? Entahlah, saya tidak bisa lebih jauh memikirkannya. Bagaimana gereja setempat menyikapinya?? Entahlah, saya kurang tahu kebijakan gereja suku setempat menyikapi situasi yang sudah menjadi tradisi ini.