Wednesday, March 7, 2012

Aku Sayang Kamu


Jantungku terasa berdegup kencang. Dia akan segera melintas di depanku.”Wah, bagaimana ya penampilanku? Apakah rambutku masih rapi?” batinku seraya merapikan pakaian dan rambutku secara perlahan. “Hai!” Duh, manisnya senyum yang dia tebarkan, aku sampai tersedot dalam pusaran pesona yang dia tebarkan lewat lesung pipi yang menghias di pipinya. “Hai juga!” sebagai seorang gadis, aku berusaha menahan diriku dari pertanyaan lebih lanjut, padahal aku ingin tahu untuk apa dia ke sekolah sore begini.” Nungguin aku ya?” senyumnya nakal. “Hahhh? Gak kok, gak. Week…dasar cowok narsis.” Wajahku terasa hangat. “masa? Tapi kok jadi malu gitu? Hahahaha…gak kok, becanda. Udah, ayo jalan. Mau rapat OSIS kan?” Helbert menarik tanganku untuk berjalan ke ruang rapat.” Eh, tunggu dulu. Yakin amat sih kalo aku mau rapat? Trus tau dari mana kalo aku rapat? Emang kamu rapat juga? Seksi apa?” begitu banyak pertanyaan yang spontan terlempar keluar dari mulutku sedangkan dia hanya menjawab semua pertanyaanku dengan singkat “ nanti kamu juga akan tahu kok, Cyn” lagi-lagi dia tersenyum, mbencekno!

Rapat kali ini ku ikuti dengan tidak konsentrasi sama sekali, padahal aku sekretaris I. Akibatnya aku beberapa kali nampak seperti orang tulalit yang tak dapat merangkai kalimat notulen rapat, sampai teman-teman lain pada melihatku dengan pandangan aneh. Duh, malunya. Semua gara-gara Helbert yang ternyata salah satu koordinator acara Paskah SMU kami, jadi kali ini kami rapat bersama lengkap dengan semua koordinator. ”Kenapa aku baru tahu sekarang ya? Duh, kalo tahu sebelumnya kan paling tidak bisa persiapan mental.” Keluhku.

“Ya, rapat hari ini selesai. Kita minta Cynthia tolong tutup dalam doa.” Ketua OSIS mengakhiri rapat hari ini. “Cyn.. Cynthia… Cyn.. Kamu disuruh doa.” Agnes menyenggolku. “Hah?? Oh… Mari kita berdoa.” Cepat-cepat aku mengakhiri lamunanku. “Amin!” terdengar suara yang berbarengan mengakhiri doaku. “Fuih, lalai lagi deh. Malunya…” cepat-cepat aku membereskan berkas rapat dan tasku, lalu segera meninggalkan ruangan rapat. “Aow… Aduh!” langkahku terhenti karena kakiku tersandung kaki meja dan aku malah terjatuh dengan isi tas berhamburan. “Kamu gak pa pa? Sini, kubantu berdiri.” Ada tangan yang diulurkan untuk menolongku berdiri. Sepertinya aku mengenali tangan ini, dan… benar! Ketika aku menatap pemiliknya, dunia seakan berhenti berputar. Aku tenggelam dalam telaga bening yang menentramkan hatiku. Helbert! “Kenapa dia yang menolongku? Kenapa aku harus jatuh di depan dia? Gawat!! Gawat!!” Sebelum aku sempat menolak, tangannya sudah terlebih dahulu meraih tanganku dan menariknya perlahan sampai aku mampu berdiri. “Thank you ya!” ucapku pelan. “Never mind! Kamu pulang sendiri? Ayo, kuantar pulang aja.” Dia nampak serius dengan perkataannya. “Oh, Tuhan… Benarkah? Mimpikah ini?” hampir tak percaya aku mendengar ajakannya, dalam hatiku berteriak senang, akan tetapi yang keluar dari mulutku adalah ”Thank you ya, gak pa-pa. aku masih bisa pulang sendiri kok. Nggak enak merepotin kamu.” Aku berbalik dan melangkah meninggalkannya. Dengan pelan aku menyusuri koridor kelas karena kakiku sakit banget, terkilir sepertinya. Jauh dalam hati, aku berharap dia akan mengejarku dan memaksaku ikut dia pulang. Namun, dia hanya diam saja dan tetap berjalan di belakangku. “Udah, jangan banyak berharap. Salah sendiri tadi ditawarin nolak? Mana mungkin dia akan nawarin lagi?” Akhirnya sosoknya menghilang ke dalam mobil CRV hitam yang kemudian melaju meninggalkan lapangan parkir berlawanan arah denganku.

Angkot yang kunaiki merambat pelan dalam kemacetan yang selalu terjadi pada jam pulang kantor seperti ini. Anganku kembali berputar menghadirkan sosok Helbert, sosok yang tampan, atletis, tinggi, gentle, smart, supel, benar-benar tidak salah kalau dia menjadi cowok idola di sekolah kami. Hampir setiap wanita normal pasti menyukai tipe cowok seperti ini. rasanya dia terlahir begitu sempurna. Tak terhitung lagi berapa banyak temanku yang menyukainya, mereka selalu berusaha mendekatinya, mengajaknya ngobrol dan keluar bersama. Aku hanya berani memperhatikannya dari jauh, meskipun terkadang dia mendekatiku dan mengajakku ngobrol, namun aku berusaha menjaga perasaan teman-temanku yang juga menyukai dia dan aku tidak ingin orang lain tahu betapa aku sangat mencintainya. Cinta? Ya, aku mencintainya. Sejak awal ketika pertama kali bertemu dengannya, aku sudah terpesona dan mengaguminya. Sampai sekarangpun perasaan itu tetap sama, bahkan makin berkembang. Menyakitkan memang karena aku mencintai orang yang mustahil mencintaiku. Dia tidak mungkin akan jatuh cinta pada gadis sederhana sepertiku, gadis yang tidak terlalu menarik bagi kebanyakan cowok. “Ah, sudahlah. Aku toh sudah janji ma Tuhan akan mencintainya dengan tulus, tanpa mengharapkan apa-apa.” Aku memutus lamunanku karena kulihat angkot sudah mendekati rumahku. “Kiri, pak!”

“Duh, ternyata sakit banget kakiku.” Kuseret langkahku memasuki anak tangga di depan rumahku. Aku tertegun ketika kutemukan ada CRV hitam yang sangat kukenal di halaman rumahku. ”Helbert? Ngapain dia di rumahku?” “Hai, Cyn! Tuh kan, kesakitan? Tadi mau diantarin gak mau, akhirnya jadi pincang gitu.” Setengah mengomel dan cemas dia menatap kakiku. “gak pa-pa. besok juga baik. Kamu ngapain di sini? Ada temanmu di dekat sini?” “Iya, aku mau ngunjungin rumah teman.” “Di mana? Jangan-jangan aku kenal. Pasti cewek ya?” sergahku cepat, sekarang bukan saja kakiku yang sakit, tapi hatiku juga pedih. “Iya, cewek. Kamu kenal baik kok.” Jawabannya mengiris hatiku. ”Siapa? Mana alamatnya, no berapa rumahnya?” nadaku menampakkan kekecewaanku. “Jl. Cempedak no 25. Cynthia namanya. Hahahaha. Aku mau main ke rumahmu, boleh gak?” “Dasar! Ditanyain serius malah bercanda. Siapa?” mangkel deh aku karena makin penasaran. “Aku serius kok, gak dipersilakan masuk dulu tah?” tatapnya lembut. “Ayo, masuk.” Setengah heran aku membuka pintu dan mempersilahkannya masuk. ”Ada apa?” Rasa penasaran menyergap relung hatiku. “Cyn… Ini buatmu.” sebuah kado kecil berwarna pink disodorkan padaku, dan ada setangkai bunga mawar pink juga.” Apa ini? Dalam rangka apa? Aku kan gak ulang tahun. ”Tolakku dengan kaget. “Ya, aku tahu kok. Kamu ultah kan 15 Juli. Itu ada kartu, dibuka dan dibaca dulu.” Dengan gemetar aku membaca kata-kata dalam kartu itu ”Cyn.. Today is valentine. And I wan’t you to know that I have been falling in love with you since the first time you smile at me. Would you be my valentine, please? Because you are someone that is so special to me. I love you, Cynthia. From: Helbert.”

Aku kehilangan semua kata-kata dan pertanyaan yang tadinya sudah antri di mulutku. “Helbert….??” “Aku sayang kamu, Cyn. Belum cukup jelas ya di kartu? I love you, Cyn. Kamu mau gak jadi pacarku?” Bagaikan petir di siang hari, ucapan Helbert menghentakkan seluruh saraf dan tubuhku menjadi kaku dan dingin. “Cyn, kamu sayang aku gak?” “Duh,pertanyaan yang gak perlu. Dia gak tahu betapa sayangnya aku pada dia.” keluhku dalam hati. “Ok d, mungkin kamu butuh waktu, aku akan tunggu sampai kamu siap menjawabku. Tapi sekarang boleh gak aku ajak kamu makan di luar? Anggaplah sebagai kado valentine buatku. Aku akan senang sekali kalau kamu mau nemani aku makan. Aku dari pagi belum makan lho, puasa sampai aku bisa utarakan isi hatiku ma kamu hari ini. Kasihan kan kalau aku makan sendiri?” wajahnya jadi memelas dan menggemaskan banget, membuatku segera mengangguk. “Ya, aku juga sayang kamu kok.” Jawabku pelan. “oh ya, wah! T’rima kasih, Cyn.” Helbert tersenyum senang. “Oh, Tuhan… T’rima kasih banyak. Akhirnya aku tak lagi harus menyangkali perasaanku karena ternyata dia juga sayang ma aku dan dia memilihku di antara sekian gadis yang menyukainya. T’rima kasih banyak, Tuhan Yesus.” Doaku dalam hati. Dengan sayup, kudengar Tuhan berbisik di telingaku” Aku juga sayang kamu, anakku.” “Ya, aku juga sayang kamu, Yesus.” Sungguh indah sekali bagiku perkataan “AKU SAYANG KAMU”!



*Dengan ijin penulis aslinya: Ev. Susanty Link.

3 comments: