Saturday, May 21, 2011

Keistimewaan Pengalaman Yang Memuaskan


2 Korintus 9:8-12

Pernahkah saudara memiliki pengalaman yang nampaknya tak dapat dilupakan seumur hidup? Pengalaman-pengalaman yang positif biasanya lebih meninggalkan kenangan lebih lama dalam memori pikiran kita. Pengalaman-pengalaman yang menakjubkan yang secara khusus terjadi pada diri sendiri membuat ukiran kenangan yang indah dan tak terlupakan. Dalam konteks kehidupan iman kita sebagai orang percaya, tentu tak dapat dilupakan ketika pertama kali Tuhan menyapa hidup pribadi masing-masing kita dan mengambil kita menjadi anak-Nya. Kasih Allah yang tak ada batas itu membuat ukiran indah nan kekal tergores dalam hati kita.

Mengikut Yesus tidaklah berhenti pada sekedar menjadi murid serta bersikap apatis terhadap beban kebutuhan orang lain. Pasal 8 dan 9 dari 2 Korintus ini berisi instruksi persembahan untuk membantu kebutuhan untuk orang-orang Kristen Yerusalem. Di dalam melakukan ini, Paulus memaparkan filosofi total perihal memberi dalam Perjanjian Baru yang menggantikan prinsip persembahan dalam Perjanjian Lama. Dan dalam teks kita hari ini Paulus memberikan prinsip-prinsip dasar. Sebuah pemberian sukarela dan sukacita tanpa paksaan berarti beriman seraya mempercayakan apa yang kita beri dan yakin bahwa Tuhan akan menyediakan yang diperlukan serta melipatgandakannya (ay. 10). Karena itu, sebenarnya tak perlu ada rasa takut dalam memberi. Tuhan mampu dan sanggup menyediakan apa yang kita perlukan (ay. 10-12). Pemberian yang dilakukan dengan dasar sukarela dan sukacita bukan hanya mencukupkan kebutuhan orang yang memerlukan, tetapi juga akan membuat orang-orang yang menerima bantuan itu semakin melimpah dalam ucapan syukur dan memuliakan Allah (12-13).

Jika Tuhan selalu menyediakan apa yang kita butuhkan, maka pengalaman hidup kita bukanlah pengalaman yang sederhana melainkan pengalaman yang akan berkesan dan bahkan menjadi pengalaman yang memuaskan.

Dewasa: Mengetahui Prioritas Hidup


Luk. 6:25-33

Sebuah iklan mengatakan “Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan.” Banyak orang kita temui termasuk di dalamnya adalah orang Kristen, memang berusia tua, tetapi belum tentu dewasa dalam segala hal. Salah satu hal yang menjadi faktor bahwa seseorang belum bisa dikatakan dewasa adalah soal prioritas hidup. Seseorang belum dewasa ketika hidupnya diisi dengan nilai-nilai kecil yang seringkali berpusat pada diri. Suatu saat ketika nilai-nilai itu tidak mampu memenuhi standar diri, maka hidupnya mulai dipenuhi kekuatiran akan apapun. Berbeda dengan orang yang dewasa yang nilai-nilai hidupnya dibangun bukan lagi pada diri sendiri dan kepuasan pribadi, namun kepada nilai-nilai kekal dan memuaskan hati Allah.

Dalam teks kita hari ini kekuatiran sebagai dampak dari kehidupan yang berpusat pada diri memberi banyak hal negatif. Kekuatiran-kekuatiran itu dapat:
• Merusak kesehatan kita (ay. 25: tubuh itu lebih penting daripada pakaian).
• Objek kekuatiran kita pasti banyak mengkonsumsi pikiran, waktu dan tenaga kita. (ay. 27: kekuatiran tidak menambah sehasta dalam hidup kita).
• Mengacaukan produktifitas kita dalam bekerja dan melayani.
• Berdampak negatif dalam memperlakukan orang lain.
• Mengurangi kemampuan untuk percaya, berserah dan bersandar pada Tuhan. (ay. 30: orang kurang percaya bahwa Allah dapat lebih mendandani kita daripada rumput di ladang).

Dia akan memenuhi segala kebutuhan yang terkadang kita kuatirkan, namun Dia berikan syarat supaya kita mendapatkannya. Syaratnya adalah “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya” dan hasilnya adalah “maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (ay. 33). “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya” maksudnya adalah selalu beralih kepada Tuhan untuk mencari pertolongan, penuhi pikiran kita dengan apa yang menjadi keinginan-Nya, setiap pola hidup kita serupa dengan karakter Kristus, serta melayani dan taat dalam segala sesuatu.

Hal-hal apa saja yang seringkali lebih penting dalam hidup kita?? Orang atau rekan bisnis, objek-objek bisnis, tujuan-tujuan yang harus dicapai, dan semua keinginan berpacu atau berlomba satu demi satu untuk menjadi yang diprioritaskan. Ingatlah! Semua itu akan dapat dengan cepat menjadi hal-hal yang terpenting dalam hidup kita, kalau kita tidak dengan aktif memilih Tuhan sebagai tempat pertama di dalam setiap sisi kehidupan kita masing-masing.

Cakap Dalam Menggunakan Uang


Luk. 16:8-10

Tentu kita semua mengenal sebuah pribahasa “besar pasak daripada tiang.” Pribahasa ini ingin menyampaikan agar dalam pengelolaan keuangan pribadi maupun keluarga, jangan sampai lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Adanya pribahasa ini tidak membuat masalah keuangan semakin terbenahi, karena itu ada begitu banyak penulis buku berlomba-lomba membahas soal pengelolaan keuangan, baik keuangan pribadi maupun keuangan dalam keluarga. Sedemikian banyaknya buku tentang pengelolaan keuangan yang dijual memperlihatkan bahwa makin banyaknya masalah-masalah pengelolaan keuangan yang belum bisa terpraktikkan dengan baik. Masalah pengelolaan keuangan sudah dinyatakan pada waktu Yesus hidup melalui perumpamaan.

Diceritakan dalam teks kita ini, bahwa ada orang kaya mempunyai seorang bendahara yang dinilai tidak mampu untuk mengelola keuangan tuannya si orang kaya tersebut. Ketika bendahara itu tidak dapat mempertanggungjawabkan masalahnya, tuannya melepaskan jabatan sebagai hukuman baginya. Dalam kondisi yang berat, ide jahatpun muncul untuk menipu orang yang berhutang kepada tuannya untuk kepentingan dan kesejahteraan pribadi.

Dalam kehidupan orang percaya pun, perlu kita sadari sering tidak berfokus ke Sorga untuk menggunakan harta dunia demi kepentingan rohani dan sorgawi. Ketidakadilan, ketamakan dan kekuasaan sering terlibat dalam pengumpulan dan penggunaan "kekayaan duniawi." Inilah yang dimaksud dalam ayat 8 dan 9.

Penggunaan uang adalah sebuah ujian iman yang baik terhadap ke-Tuhanan Kristus. Kita perlu menyadari: (1) Uang adalah milik Tuhan, maka mari kita mengelolanya dengan bijak. (2) Uang dapat dipakai untuk kebaikan dan kejahatan, maka mari kita memakainya untuk kebaikan. (3) Uang mempunyai kuasa, maka mari kita memakainya dengan berhati-hati dan berhikmat. Kita harus memakai segala barang-barang materi sebagai cara untuk memperdalam akar iman serta mempertinggi tingkat ketaatan kita akan firman Tuhan.

Di dalam kebijakan memakai kesempatan penggunaan keuangan, bukanlah untuk mendapatkan Sorga, tetapi supaya Sorga (sebagai tempat tinggal kekal) akan menjadi sebuah pengalaman yang terbuka lebar bagi mereka yang membutuhkan. Jika kita menggunakan uang kita untuk menolong mereka yang membutuhkan atau membantu mereka menemukan Kristus, maka investasi duniawi kita akan membawa keuntungan yang kekal.